![]() |
foto dok. Lutfi |
Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa mengungkapkan, DPR bersama pemerintah saat ini tengah mengkaji secara mendalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 yang mengatur pemisahan antara Pemilu nasional dan daerah.
Kajian tersebut dilakukan oleh beberapa elemen di parlemen, termasuk Komisi II, Komisi III, dan Badan Legislasi (Baleg), yang akan memformulasikan sikap DPR secara kelembagaan dalam beberapa minggu ke depan.
“Kami akan mengundang rapat konsultatif dengan pimpinan-pimpinan fraksi dan juga pemerintah. Hadir waktu itu Mendagri, Mensesneg, Menteri Hukum dan HAM, serta KPU. DPR sedang mengkaji, nanti hasilnya akan kita rumuskan bersama,” ujar Saan di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Saan menyebut, kajian ini penting karena menyangkut keberlangsungan sistem demokrasi ke depan. Ada peluang dilakukan kodifikasi Undang-Undang Pemilu, mengingat regulasi pemilu saat ini masih berpijak pada undang-undang yang terpisah-pisah.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menilai jika putusan MK ini dijalankan dalam bentuk revisi UU Pemilu, maka berpotensi melanggar norma konstitusi.
Khususnya Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD.
"Jika kita mengikuti putusan MK dengan jeda antara Pemilu Nasional dan Lokal minimal dua tahun hingga dua setengah tahun, maka siklus pemilu tidak lagi lima tahun sekali, melainkan bisa menjadi tujuh hingga tujuh setengah tahun. Ini jelas bertentangan dengan konstitusi," katanya kepada media massa.
Ia menegaskan MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah isi dari konstitusi. Kewenangan MK hanya sebatas menguji norma dalam UU terhadap konstitusi, bukan mengubah makna atau substansi pasal-pasal dalam UUD 1945. Semestinya MK hanya dapat membatalkan UU yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. (eno/aha/DPR)
0 Komentar